PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI OPSI PENANGGULANGAN RADIKALISME

  • jihan khairunnisa Universitas Medan Area, Indonesia
  • Virgie Alminayu Universitas Medan Area, Indonesia
  • Nursyam Fatimah Universitas Medan Area, Indonesia
Keywords: Multikulturalisme, pendidikan, radikalisme

Abstract

Kemajemukan budaya (multikultur) adalah realitas bangsa Indonesia yang harus disikapi secara bijak. Sifat dasar dari kemajemukan adalah adanya potensi integratif dan potensi disintegratif. Kajian ini merupakan upaya untuk menganalisis dua di antara sejumlah isu yang berkaitan dengan multikulturalisme yaitu agama dan etnisitas dan kaitannya dengan radikalisme. Sejumlah kasus konflik di Indonesia, demikian pula di beberapa negara lain, menunjukkan bahwa keragaman agama dan keragaman etnik memiliki potensi disintegratif dan sering kali muncul dalam bentuk tindakan radikal. Didasarkan kepada masalah di atas, kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah radikalisme yang dilatarbelakangi oleh paham keagamaan yang eksklusif dan sentimen etnik (etnisisme). Agama dipahami oleh pemeluknya sebagai suatu kebenaran tunggal dan dijadikan acuan untuk menilai agama orang lain. Kedua faktor ini merupakan cikal bakal munculnya radikalisme di Indonesia dan di beberapa negara lain. Dalam kajian ini peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research method) dengan mengkaji referensi-referensi ilmiah berupa buku, jurnal-jurnal, dan dokumen-dokumen terkait. Hasil kajian menunjukkan bahwa radikalisme dimulai dari pemahaman eksklusif atas doktrin-doktrin agama dan sentimen etnik (etnisisme) yang membentuk sikap dan tindakan radikal. Karena sifatnya yang demikian, maka radikalisme dapat dicegah, salah satunya dengan membangun kontra narasi radikalisme melalui pendidikan multikultural.

References

1) Abdullah, S. (2014) „Social Conflict Management through Multicultural Approach and Policy in Preventing and Overcoming the Social Disintegration‟, Tawarikh, 5(2).
2) Alba, R. D. (1992) „Ethnicity‟, in Borgatta, E. F. and Borgatta, M. L. (eds) Encyclopaedia of Sociology. New York: MacMillan Publishing Company.
3) Amador, J. S. (2011) „ASEAN Socio-Cultural Community: An Assessment of its Institutional Prospects‟, SSRN Electronic Journal. doi: 10.2139/ssrn.1803830.
4) Ansor, M. (2013) „‟We Are from the Same Ancestor‟: Christian-Muslim Relations in Contemporary Aceh Singkil‟, Al-Albab: Borneo Journal of religious Studies, 3(1), pp. 3–24.
5) Baidhawy, Z. (2007) „Building harmony and peace through multiculturalist theology‐based religious education: an alternative for contemporary Indonesia‟, British Journal of Religious Education, 29(1), pp. 15–30. doi: 10.1080/01416200601037478.
6) Banks, J. A. and Banks, C. M. (2001) Handbook of Research on Multicultural Education. San Francisco: Jossey-Bass.
7) Basyir, K. (2014) „Menimbang Kembali Konsep dan Gerakan Fundamentalisme Islam di Indonesia‟, AlTahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 14(1), pp. 23–45.
8) Bergesen, A. J. and Lizardo, O. (2004) „International terrorism and the world-system‟, Sociological Theory. SAGE Publications Sage CA: Los Angeles, CA, 22(1), pp. 38–52.
9) Bond, M. H. (1998) „Unity in diversity: Orientations and strategies for building a harmonious, multicultural society‟, Trames. Estonian Academy Publishers, 2, pp. 234–263.
10) Bräuchler, B. (2003) „Cyberidentities at war: religion, identity, and the Internet in the Moluccan conflict‟, Indonesia. JSTOR, (75), pp. 123–151.
11) Buendia, R. G. (2005) „The state‐Moro armed conflict in the Philippines Unresolved national question or question of governance?‟, Asian Journal of Political Science. Taylor & Francis, 13(1), pp. 109–138.
12) Buendia, R. G. (2007) The Politics of Ethnicity and Moro Secessionism in the Philippines. Perth: Murdoch University and Asia Research Centre.
13) Burhanuddin, N. (2016) „Akar dan Motif Fundamentalisme Islam:Reformulasi Tipologi Fundamentalisme dan Prospeknya di Indonesia‟, Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 1(2), pp. 199– 210. doi: 10.15575/jw.v1i2.831.
14) Chaulia, S. (2014) Politics of the global economic crisis: regulation, responsibility and radicalism. London: Routledge.
15) Das, N. K. (1989) Ethnic identity, ethnicity and social stratification in north-east India. Inter-India Publications.
16) Fadly, M. A. (2016) „Gerakan Radikalisme Agama; Perspektif Ilmu Sosial‟, El-Hikam, 9(1), pp. 63–80.
17) Golose, P. R. (2015) Invasi Terorismeke Cyberspace. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
18) Grant, C. A. and Portera, A. (2010) Intercultural and multicultural education: Enhancing global interconnectedness. London: Routledge.
19) Guadagno, R. E. et al. (2010) „Social influence in the online recruitment of terrorists and terrorist sympathizers: Implications for social psychology research‟, Revue internationale de psychologie sociale. Presses universitaires de Grenoble, 23(1), pp. 25–56.
20) Gudeman, R. H. (2002) „Multiculturalism in Malaysia: Individual harmony, group tension‟, Macalester International, 12(1), p. 16.
21) Hafid, W. (2020) „Geneologi Radikalisme Di Indonesia (Melacak Akar Sejarah Gerakan Radikal)‟, AlTafaqquh: Journal of Islamic Law, 1(1), pp. 31–48.
Published
2025-04-30
Section
Articles